Bang Ishak Hariyanto Tak Ubahnya Komedian

Oleh Ahmad Tabibuddin

Sudah satu bulan saya hidup dalam keheningan batin. Bukan karena saya tak lagi bisa berbicara, melainkan karena bibir saya tidak lagi tahu cara tersenyum, apalagi tertawa. Semua terasa hambar. Orang-orang di sekitar saya tetap bercanda, tetap berusaha menghibur, tapi hati saya seolah terkunci. Tawa hilang entah ke mana, dan saya pun hidup dalam semacam rutinitas yang kering.

Ahmad Tabibuddin

Lalu, pada suatu sore yang sederhana, datanglah Bang Anto. Ia tidak membawa naskah komedi, tidak pula tampil seperti pelawak di televisi. Ia hanya berbicara seperti biasanya, celotehan ringan, ungkapan polos, kadang terdengar receh, bahkan mungkin tidak lucu bagi sebagian orang. Namun justru di situlah keajaibannya.

Di tengah obrolan itu, tanpa saya sadari, ada satu kalimat yang membuat saya terguncang. Bahu saya bergetar, dada saya berguncang, dan tiba-tiba suara tawa itu meledak keluar. Tawa yang satu bulan lebih saya kehilangan. Rasanya seperti menemukan kembali sesuatu yang hilang lama. Pada momen itulah saya sadar, betapa berharga makna sebuah tawa.

Jika setelah satu bulan wajah saya kaku, lalu tiba-tiba cair karena ulah Bang Anto, maka saya tak ragu menyebutnya sebagai komedian. Tidak penting apakah ia berdiri di panggung besar atau dikenal luas. Bagi saya, komedian adalah orang yang mampu membuat seseorang kembali tertawa setelah lama lupa bagaimana caranya. Dan Bang Anto telah melakukannya.

Komedian sejati, mungkin, bukanlah mereka yang dihitung dari banyaknya penonton atau besarnya honor. Komedian sejati adalah mereka yang bisa memulihkan jiwa orang lain melalui tawa. Tawa yang lahir bukan dari ejekan, bukan dari caci maki, tapi dari sesuatu yang tulus dan sederhana.

Maka, ketika orang lain mungkin menganggap Bang Anto hanya teman biasa dengan obrolan ringan, saya justru melihatnya sebagai pengingat bahwa kehangatan manusia tidak selalu hadir dalam bentuk serius. Kadang, kita butuh seseorang yang membuat kita tertawa, agar kita bisa kembali merasa hidup.

Itulah sebabnya saya menulis catatan ini. Karena pada akhirnya, jika saya bisa tertawa setelah tidak ketawa satu bulan, maka Bang Anto bukan sekadar teman, ia adalah komedian dalam arti yang paling murni: penyelamat kecil dari kesunyian hati saya.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama