Masyadi Belajar Ulang Lah

Oleh: Ishak Hariyanto

Saya baca tulisan Masyadi tentang “Kedangkalan Pemikiran Ishak Hariyanto” sambil tersenyum. Jujur, saya terkadang heran: bagaimana bisa seseorang menilai kedalaman orang lain dari dua paragraf yang dibaca setengah hati? Masyadi, belajar ulang lah kalau tidak, nanti tersesat di labirin kata saya.

Ishak Hariyanto

Pertama, soal keruwetan yang katanya menandakan kepongahan, itu lucu sekali. Dunia ini memang ruwet, Masyadi, bukan novel SMA yang setiap bab harus mudah dipahami. Kalau ingin semuanya lurus dan simpel, silakan kembali ke pelajaran fisika kelas sepuluh. Dunia nyata tidak sesederhana itu.

Kedua, kedangkalan menurut Masyadi? Aduh, ini serius tapi menggelikan. Saya suka menantang pembaca untuk berpikir, bukan sekadar mengangguk manis dan bilang “ah iya, gampang sekali.” Kalau Masyadi merasa kepalanya pusing, mungkin itu tandanya otak sedang diajak olah, bukan tanda pemikiran saya dangkal.

Ketiga, tuduhan meniru istilah dan teori populer wow, hebat. Kalau menulis tanpa merujuk itu lebih mulia? Ilmu kan selalu diwarisi, dipinjam, dikutip, diuji. Kalau Masyadi ingin saya diam saja sambil mengarang kata-kata baru tanpa dasar, maaf, saya pilih jujur daripada pamer “orisinilitas kosong.”

Keempat, tentang kesederhanaan: saya suka sederhana, tapi bukan dangkal. Kesederhanaan itu bermanfaat bila bisa memuat kompleksitas. Kalau Masyadi ingin semuanya sederhana, mungkin ia belum siap membaca dunia dengan lapisan-lapisan makna yang nyata. Jadi belajar ulang lah, supaya bisa mengikuti.

Kelima, saya ingin menegaskan: kritik itu vitamin. Tapi kritik tanpa humor, tanpa melihat konteks, malah bikin orang stres. Jadi, mari kita ambil sisi lucunya: jika saya ruwet, itu untuk melatih kesabaran pembaca—seperti gym intelektual gratis, tidak perlu bayar.

Keenam, saya tidak bermaksud menyakiti Masyadi. Justru saya ingin mengajaknya melihat bahwa keruwetan bukan kepongahan, dan kesederhanaan bukan satu-satunya jalan menuju pemahaman. Belajar ulang lah, jangan hanya menilai dari permukaan, nanti tersesat di kata-kata saya sendiri.

Akhir kata: Masyadi, belajar ulang lah. Dunia ini ruwet, pemikiran saya ruwet, dan kalau ingin ikut, siapkan otak dan humor. Tanpa itu, membaca tulisan saya sama dengan mencoba menyeberangi sungai deras dengan sepotong kayu tipis seru tapi bisa hanyut.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama